Dr. Mariman Darto, M.Si
Riset dan menulis adalah bagian penting kehidupannya. Sejak Lulus dari S1 Manajemen UMM, lalu melanjutkan S2 di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) UI dan terakhir S3 ilmu manajemen Universitas Mulawarman, dedikasi dan komitmen terhadap profesinya tak berubah. Baginya, karir sebagai peneliti sejak di CIDES selama 10 tahun adalah bekal penting di Lembaga Administrasi Negara dan menghantarkannya menjadi Kepala Puslatbang KDOD LAN sejak 2014 sampai sekarang. Menulis adalah instrumen pengubah dan pencerah kehidupan.

Sang Penakluk

Dilihat : 536 kali.
Ahmad sedang membelah kayu di pinggiran Sungai Mahakam, Jalan Gajah Mada. Doc.marimandarto.com. Foto: MD (17/07/2021)

MARIMAN DARTO

Sejenak. Langkahku terhenti. Jogging pagi bersama keluarga, terpaksa terganggu oleh sosok yang tak pernah saya kenal sebelumnya. 

“Sebentar ma. Silahkan mama belanja di pasar pagi dulu. Saya menyeberang sebentar. Ada sesuatu yang ingin saya lihat”.

Sesaat kemudian, saya sudah berada di samping kanan Pelabuhan Klotok Pasar Pagi. Kira-kira 50 meter dari pelabuhan itu, saya menemukan sesuatu yang saya cari. 

Sesuatu itu adalah sosok yang sedang memecah kayu-kayu bulat yang banyak berserakan di tepian Sungai Mahakam. Posisinya di antara jalan Gajah Mada dan pelabuhan. 

Setelah berkenalan sebentar, saya izin mengambil gambar. Sosok ini bernama Ahmad (bukan nama sebenarnya). Anak muda asal Samarinda ini, sehari-hari mengantarkan penumpang dengan klotok kecil miliknya. Samarinda Seberang – Pasar Pagi, menjadi rute harian yang ia jalani. 

“Kadang sampai Tenggarong. Tapi sudah jarang. Apalagi hari-hari seperti sekarang ini. Sulit mendapat penumpang. Apalagi pesaingnya kan banyak”, katanya. 

Lelaki yang berbadan ‘ganal’ ini tergolong masih muda. Usianya belum menginjak 40 tahun. Namun tanggung jawab pada keluarganya sangat besar. 

“Saya biasanya pagi habis Subuh sudah keluar rumah. Setelah ngopi dan makan wadai (kue), saya sudah menyalakan mesin dan membersihkan perahu. Sekarang ini kondisi paling sulit. Tapi anak-anak kan harus makan. Harus cari jalan lain agar dapur tetap ngebul”, jelas Ahmad penuh semangat. 

*****

Resesi yang melanda dunia akibat pandemi Covid-19 berdampak buruk pada perekonomian di banyak negara. Termasuk di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun pada posisi berada pada titik terendah sejak krisis ekonomi tahun 1998.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) terpaksa dilakukan oleh sebagian perusahaan. Sebagian yang memilih merumahkan, sewaktu-waktu kondisi membaik, mereka diprioritaskan untuk dipanggil kembali. 

Pendapatan masyarakat terjun bebas. Roda ekonomi pada level mikro kecil relatif bisa bertahan. Karena sekala usaha dan jenis usahanya yang memang kecil dan banyak dibutuhkan masyarakat. Namun tidak seperti biasanya. Volume usaha menurun drastis. Banyak orang lebih memilih menyimpan uangnya. Mereka tidak membelanjakan uangnya, karena khawatir ada kebutuhan mendesak. Konsumsi hanya untuk kebutuhan prioritas. 

*****

Ahmad harus berpikir keras. Mencari solusi di tengah krisis seperti sekarang ini. 

“Saya tidak mungkin menyuruh istri bekerja. Dua anak-anak  saya masih sangat kecil. Dia masih butuh pendampingan dari ibunya”, tegasnya. 

Semuanya disyukuri Ahmad. Di saat penumpang klotoknya mulai jarang, justru menjadi berkah tersendiri. Setelah mengantar penumpang ke Pasar Pagi, Ahmad  tidak lantas pulang ke rumahnya. Ahmad manfaatkan waktunya untuk mencari kayu bakar. 

Tentu bukan di hutan. Tapi kayu-kayu bekas potongan yang larut dari hulu Sungai Mahakam. Umumnya potongan-potongan kayu yang tidak terpakai dibuang oleh pembalak kayu. Bagi Ahmad kayu-kayu bekas itu masih dimanfaatkan. Karena itulah, setiap hari Ahmad selalu membawa di klotoknya untuk membelah kayu. 

Inilah yang  dilakukannya di setiap pagi. Dengan cara ini, setidaknya dia bisa menutupi kebutuhan keluarga dengan menjual kayu bakar itu. Kayu-kayu itu diijual Ahmad ke pengusaha tahu tempe yang banyak tersebar di pinggiran Sungai Karang Mumus, Samarinda. Mereka banyak membutuhkan kayu bakar. Karena menggunakan gas elpiji tentu lebih mahal. 

“Lumayan. Saya bisa menambah penghasilan keluarga. Memang tidak terlalu besar. Namun, setidaknya bisa beli bensin untuk menggerakkan mesin perahu saya. Dan kalau sisa bisa untuk menambah uang istri untuk mencukupi kebutuhan harian”, terang Ahmad sambil sesekali menyeka keringat di dahinya. 

*****

Bagi saya ini pelajaran dan pengalaman hebat dari sosok Sang Penakluk. Seolah dunia ini milik Ahmad. Karena dunia ini harus diisi oleh orang-orang pekerja keras. Pantang menyerah dan selalu optimis dan antusias. 

Pelajaran dan pengalaman mahal yang tentu sangat susah kita dapatkan di bangku kuliah atau ditempat kerja. 

Ahmad adalah Sang Penakluk belenggu diri. Belenggu diri yang membuat orang menjadi lembek mentalnya karena malas, cepat menyerah, selalu mengeluh. Sebuah karakter yang jauh dari sikap kemandirian, optimis dan antusias dalam menghadapi krisis. 

Pemuda yang hanya mengenyam pendidikan  SMK ini menjadi teladan dan panutan ditengah krisis yang melanda negeri. “Jangan pernah berpikir orang lain akan membantu. Karena mereka juga sama-sama susah. Semua sama-sama terkena imbas pandemi ini”, katanya. 

Nasihatnya sangat bagus untuk menyemangati diri, khususnya saya pribadi. 

“Apa yang anda bisa lakukan, lakukanlah. Jangan menyerah. Jangan mengeluh. Jangan malu melakukannya. Malu itu boleh, silahkan. Tapi kalau anda mencuri. Emangnya malu bisa mengenyangkan istri dan anak-anak” katanya penuh semangat. 

Terimakasih mas Ahmad. Tetap optimis dan antusias!

Kota Tepian, 17 Juli 2021

You may also like...

2 Responses

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

English English Indonesian Indonesian