Dr. Mariman Darto, M.Si
Riset dan menulis adalah bagian penting kehidupannya. Sejak Lulus dari S1 Manajemen UMM, lalu melanjutkan S2 di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) UI dan terakhir S3 ilmu manajemen Universitas Mulawarman, dedikasi dan komitmen terhadap profesinya tak berubah. Baginya, karir sebagai peneliti sejak di CIDES selama 10 tahun adalah bekal penting di Lembaga Administrasi Negara dan menghantarkannya menjadi Kepala Puslatbang KDOD LAN sejak 2014 sampai sekarang. Menulis adalah instrumen pengubah dan pencerah kehidupan.

Ibu, Oase Kehidupanku

Dilihat : 398 kali.
marimandarto.com/ist

MARIMAN DARTO

“Jangan pernah menyusahkan orang lain, jika kamu tidak sanggup menerima kesulitan hidup”, inilah nilai penting yang yang diajarkan ibu kepadaku.

Ibu adalah sosok hebat yang sangat aku cintai. Aku kagumi. Aku hormati. Seorang mulia yang selalu hadir dalam doa pagi siang dan malam. Beliaulah referensi utama bagi kehidupanku dan keluarga.

Ada pertanyaan yang sulit saya jawab hingga saat ini, mengapa kalimat itu bisa muncul dari seorang ibu dari sebuah kampung kecil, Sambong, Blora Jawa Tengah, yang tidak tamat sekolah rakyat?

Tapi tidak penting menjawab pertanyaan itu. Secara logika sederhana saja, ibu adalah seorang mujahid yang melahirkan kita dengan taruhan nyawa, menyusui kita dengan penuh kasih sayang, membesarkan kita dengan semangat juang dan tidak mengenal lelah, melindungi kita dan mengajarkan kita arti kehidupan dengan memberikan warisan pendidikan yang tidak akan pernah bisa kita gantikan dengan harta. Bahkan, doanya hingga kita sudah berkeluarga pun terus mengalir tanpa ada jeda di pagi, siang dan malam.

Terpaan dan kesadaran akan kerasnya kehidupan. Ketulusan dan keikhlasan. Kejujuran dan kesabarannya selama mendampingi seorang anak. Seolah menjadi sebuah isyarat penting betapa modal sesungguhnya kehebatan seorang anak bukanlah warisan kekayaannya. Namun tetap sebuah nilai-nilai kehidupan yang diajarkan sejak kecil Sang Ibu. Semuanya kita merasakan bagaimana teguran halus hingga cubitan sayang dan keteladanan hidup yang lainnya.

Mungkin inilah jawaban atas pertanyaan tadi, kenapa seorang ibu yang tidak mampu menamatkan sekolahnya bisa bertutur mewakili seorang wali dengan pilihan kata yang sangat bijak dan mengalahkan seorang profesor dengan berderet gelar akademik terpanjang sekalipun.

Ya. Ibu adalah seorang guru kehidupan. Dia selalu mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada anak-anaknya. Sejak dini hari nasehat mulai menghinggapi. Bagaimana kehalusan cara membangunkan sholat untuk anak-anaknya. Hingga nasihat untuk segera mandi agar selalu bisa hidup bersih. Jelang sekolah bertambah lagi dengan nasihat untuk giat belajar.

Siang setelah pulang pun kembali nasihat itu mengalir deras : Segera gembalakan kambing dan pulang bawa rumput. Sebuah nasihat tentang kerja keras. Saat petang tiba, kembali nasehat tentang kebersamaan dengan keluarga lewat makan bersama. Dari sini banyak hal yang ibu sampaikan. “Habiskan makanan, agar ayammu tidak mati”. Sebuah nasihat tentang rasa syukur atas keberkahan riski yang telah Allah Ta’ala beri.

Jelang malam saat jam belajar tiba. Nasihat pun tak lupa ibu sampaikan. Nasihat tentang apa tugas ibu bapak guru untuk besok. Sebuah cara mengasah tanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan guru pada sang murid. Pelajaran penting yang sangat bermanfaat, ketika suiatu saat nanti telah bekerja.

Jelang tidur. Nasihat Juga masih mengalir deras. Berdoalah sebelum tidur nak.

“Saat tidu kamu tetap membutuhan pertolongan Allah Ta’ala. Agar kamu terhindar dari mimpi buruk, gangguan setan dan tetap bangun untuk sholat malam” kata ibu.

Ibu adalah oase keteladanan. Tidak sekedar nasehatnya yang selalu hadir di setiap saat. Namun bagaimana nilai-nilai dari nasehatnya beliau contohkan. Untuk apa? Agar anak-anaknya tidak kesulitan melakukan nasehat-nasihat itu. Sebuah keteladanan paripurna.

Saya jadi ingat sebuah sabda nabiyullah Muhammad SAW

Dari Abu Hurairah r.a, Rasululloh saw bersabda, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).

Kenapa ibu, ya karena hanya seorang ibulah kita dilahirkan setelah lebih dari sembilan bulan. Hanya seorang ibu yang mau dan mampu memberikan kasih sayangnya dengan tetesan air susu. Hanya seorang ibulah yang mampu memberikan perlindungan hingga mata tetap terjaga agar seekor nyamuk tidak akan pernah menempel ditubuh kita sekalipun lelah tak tertahankan.

Hanya seorang ibulah yang sanggup mengajarkan arti hidup dengan menyekolahkan hingga diperguruan tinggi, sekalipun kita tidak pernah tahu dengan cara apa beliau meninggikan derajat kita dengan ilmu.

Ibulah satu-satunya teman saat segala kesulitan menerpa kita. Ujaran kesabaran saat pekerjaan belum kita terima setelah kuliah usai, doa pagi, siang, sore dan malam saat kita terlelap tidur.

Hanya ibulah orang yang paling berat berpisah dengan kita, saat kita akad nikah usaha, tak terasa butiran air mata meleleh tak sengaja sebagai sebuah pertanda kasih sayangnya tak akan pernah habis. Ya ibu adalah oase kehidupanku.

Segala kemuliaan dan kehormatan semoga Alloh SWT curahkan kepadamu wahai ibu.

Selamat Hari Ibu, 22 Desember 2021.

You may also like...

2 Responses

  1. Wawan says:

    Alhamdulillah…masih bisa menyenangkan hati orang tua dan melayani setulus hati. Beliau adalah salah satu jalan menuju surga nya Allah Subhanahu wa ta’ala. Semoga sehat selalu ya ibunda tercinta. Aamiin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

English English Indonesian Indonesian